SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Jurnalistika

Penelitian Ungkap Warga Kota Mecet Lebih Stres Ketimbang Orang Desa

  • Jurnalistika

    15 Sep 2025 | 16:23 WIB

    Bagikan:

image

Ilustrasi seorang pria stres menghadapi kemacetan lalu lintas. (Generated by AI)

jurnalistika.id – Kemacetan di kota besar sering dianggap sekadar masalah waktu tempuh. Namun, riset ilmiah menunjukkan dampaknya jauh lebih dalam, warga kota padat lalu lintas cenderung mengalami tingkat stres lebih tinggi dibanding mereka yang tinggal di daerah sepi seperti di desa.

Sejumlah penelitian di Indonesia dan luar negeri membuktikan bahwa kemacetan lalu lintas bukan hanya membuat orang terlambat, tetapi juga berkontribusi signifikan pada meningkatnya stres harian.

Survei yang dilakukan oleh Universitas Diponegoro (Undip) terhadap komuter di Jakarta dan Denpasar menyimpulkan bahwa pilihan moda transportasi dan lama perjalanan berhubungan langsung dengan tingkat stres.

Baca juga: Para Pencebok Penguasa – (Sepotong Cerpen Fiksi)

Penelitian ini dipublikasikan dalam Jurnal Pembangunan Kota (2020). Hasilnya, pengguna mobil pribadi melaporkan tingkat stres lebih tinggi dibanding pengguna transportasi umum atau kombinasi moda.

Sementara itu, riset lain di Semarang yang diterbitkan dalam Jurnal Riset Ekonomi dan Transportasi (2021) menemukan lebih dari 56 persen responden menyatakan kemacetan menyebabkan keterlambatan dan memicu stres.

Bahkan, 52 persen mengaku produktivitas kerja mereka menurun karena waktu habis di jalan.

Bukti dari Sisi Biologis

Efek macet tidak hanya dirasakan secara psikologis. Studi yang dilakukan peneliti Wageningen University, Belanda, berjudul Psychophysiological Stress Response to Urban Traffic (2015) menunjukkan bahwa kondisi lalu lintas padat dengan jalan rusak dan batas kecepatan tinggi meningkatkan kadar kortisol, hormon utama pemicu stres.

Sebaliknya, paparan lingkungan hijau dapat menurunkan respons stres secara signifikan.

Baca juga: Geng Slow vs Geng Bewok – (Sepotong Cerpen Fiksi)

Hal serupa terkonfirmasi dalam penelitian yang diterbitkan di International Journal of Environmental Research and Public Health (2019).

Studi ini menunjukkan berjalan di hutan menurunkan kadar kortisol, sementara berjalan di area urban padat hanya memberikan penurunan sangat kecil.

Risiko Gangguan Mental Lebih Tinggi

Dampak kemacetan dan kepadatan kota juga tercermin dalam kesehatan mental. Artikel yang dipublikasikan oleh The Conversation (2019) merangkum sejumlah studi internasional, menyebutkan bahwa warga kota memiliki risiko 21 persen lebih tinggi mengalami gangguan kecemasan umum dan 39 persen lebih tinggi terkena gangguan mood dibanding warga di daerah non-urban.

Data serupa juga dilaporkan oleh Healthline (2021), yang menyoroti kaitan antara paparan kebisingan, polusi, dan tekanan waktu di kota besar dengan meningkatnya insiden depresi.

Mengapa Macet Bikin Lebih Stres?

Ada beberapa faktor yang menjelaskan fenomena ini:

  • Gangguan waktu: perjalanan panjang membuat orang merasa kehilangan kendali.
  • Polusi dan kebisingan: emisi kendaraan memicu respons biologis tubuh.
  • Beban kognitif: mengemudi di jalan padat menuntut konsentrasi tinggi.
  • Kurangnya ruang hijau: kota padat minim area restoratif untuk pikiran.

Mengatasi stres akibat macet perlu kombinasi kebijakan dan strategi individu. Dari sisi pemerintah, peningkatan kualitas transportasi umum dan penyediaan ruang terbuka hijau menjadi prioritas.

Dari sisi warga, strategi seperti mengatur waktu perjalanan, memilih moda transportasi alternatif, hingga meluangkan waktu di ruang alam dapat membantu menurunkan stres.

Berbagai penelitian, mulai dari survei Undip di Jakarta dan Denpasar, riset di Semarang, hingga studi internasional soal respon biologis tubuh, konsisten menunjukkan bahwa kemacetan berkontribusi signifikan pada stres.

Warga kota padat lalu lintas menghadapi tantangan kesehatan mental lebih besar ketimbang mereka yang tinggal di daerah sepi.

Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.

Referensi:

desa

kampung

kota

tingkat stres



logo jurnalistika
Tentang KamiRedaksiKontak KamiTangerang SelatanAdvertorial

Langganan newsletter

Update berita langsung ke email Anda.

Copyright © 2025 Jurnalistika.id 💚 PT. Sahabat Jurnalistik Media. All rights reserved.