jurnalistika.id – Sidang lanjutan gugatan perdata terhadap Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka terkait ijazah SMA kembali ditunda oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Alasan penundaan kali ini lantaran kedua tergugat, yakni Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), tidak hadir dalam ruang persidangan tersebut.
“Tergugat 1 (Gibran) dan Tergugat 2 (KPU RI) tidak hadir, maka dipanggil lagi untuk sidang berikutnya pada Senin tanggal 3 November jam 10.00 WIB pagi,” ujar Subhan Palal, penggugat dalam perkara tersebut, Senin (27/20/2025).
Subhan menjelaskan, menurut majelis hakim, ketidakhadiran para tergugat disebabkan karena penetapan dilakukan melalui sistem e-court atau unggahan daring.
Baca juga: Sidang Gugatan Ijazah Gibran Digelar Lagi, Penggugat Desak Hakim Baca Penetapan
Namun, menurutnya dalam sidang sebelumnya, semua pihak telah diminta hadir langsung di persidangan.
“Tadi samar-samar, katanya e-court. Alasannya sudah di e-court. Padahal di sidang kemarin sudah diagendakan untuk hari ini untuk pembacaan penetapan tentang surat kuasa,” ungkap Subhan.
Majelis hakim pun menetapkan sidang lanjutan akan digelar pada Senin, 3 November 2025, dengan agenda pembacaan isi gugatan terhadap Gibran.
KPU RI Dibolehkan Pake Dua Kuasa Hukum
Dalam kesempatan itu, hakim juga menyetujui KPU RI menggunakan dua kuasa hukum, yakni biro hukum internal dan Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Agung.
Gugatan ini bermula dari dugaan bahwa Gibran dan KPU RI melakukan perbuatan melawan hukum.
Khususnya terkait syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) pada Pilpres 2024 yang dinilai tidak terpenuhi.
Baca juga: Usai Mediasi Gagal, Gugatan Ijazah Gibran kembali disidangkan
Menurut data KPU RI, Gibran pernah bersekolah di Orchid Park Secondary School Singapore (2002–2004) dan UTS Insearch Sydney (2004–2007), keduanya merupakan institusi setara SMA.
Namun, Subhan menyoroti lokasi pendidikan Gibran, bukan status kelulusannya. Dalam petitum, para tergugat diminta membayar kerugian materiil dan immateril.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta dan disetorkan ke kas negara,” demikian bunyi petitum dalam gugatan tersebut.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.
