jurnalistika.id – Konflik internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tengah menjadi sorotan setelah munculnya surat keputusan yang menyatakan pemecatan Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari posisi Ketua Umum PBNU.
Surat tersebut memicu polemik luas, memecah opini pengurus, dan membuka saling klaim legitimasi kepemimpinan di tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.
Berikut telah dirangkum dari berbagai sumber sederet gejolak yang terjadi di internal PBNU.
Pemecatan yang Diklaim Sah oleh Syuriyah PBNU
Otoritas Syuriyah PBNU menerbitkan surat bernomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025, berisi pemberhentian Gus Yahya per 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.
Dokumen tersebut ditandatangani Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir dan Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakhir.
Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakhir mengonfirmasi keabsahan surat itu. Penjelasan dalam surat menyebut Gus Yahya telah menerima hasil rapat harian Syuriyah yang sebelumnya memberikan waktu tiga hari untuk mengundurkan diri.
Baca juga: Woodball: Sejarah, Cara Main, dan Aturannya
Tenggat itu dinilai telah lewat, sehingga pemberhentian dinyatakan berlaku otomatis.
Surat tersebut juga menegaskan Gus Yahya tidak lagi berwenang menggunakan atribut, fasilitas, maupun bertindak atas nama PBNU.
Kepemimpinan Beralih ke Rais Aam Miftachul Akhyar
Pernyataan lanjutan menyebut kekosongan jabatan ketua umum membuat Rais Aam Miftachul Akhyar otomatis memegang kendali penuh PBNU sampai proses organisasi berikutnya berlangsung.
Keputusan ini disebut sesuai mekanisme internal yang mengacu pada beberapa peraturan perkumpulan, termasuk klausul pergantian antar waktu.
Surat edaran yang sama mengumumkan rencana digelarnya Rapat Pleno PBNU untuk menindaklanjuti kondisi kepemimpinan dan memastikan jalannya organisasi tetap sesuai aturan.
Sanggahan keras dari Gus Yahya: Surat itu tidak sah
Sikap sebaliknya datang dari Gus Yahya. Ia menyatakan surat pemberhentian tersebut tidak valid, baik secara prosedur maupun administrasi.
Penjelasan resmi Tanfidziyah PBNU yang ia tanda tangani bersama Wasekjen Faisal Saimina juga telah diverifikasi melalui sistem digital PBNU, Digdaya, dan dinyatakan sah.
Beberapa poin keberatan yang disampaikan:
- Surat dianggap tidak memenuhi ketentuan tanda tangan empat pihak: Rais Aam, Katib Aam, Ketum, dan Sekjen.
- Tidak terdapat stempel digital resmi PBNU, QR Code Peruri, serta footer dokumen.
- Pemeriksaan QR Code pada dokumen beredar menghasilkan status “TTD Belum Sah”.
- Nomor surat tidak terdaftar dalam basis data resmi PBNU.
- Terdapat watermark “DRAFT”, yang menandakan dokumen belum final.
Gus Yahya menegaskan dirinya masih menjabat sebagai Ketua Umum PBNU secara sah, dan menuduh ada pihak-pihak yang ingin memecah-belah organisasi.
Seruan Penyelesaian Melalui Muktamar
Gus Yahya meminta agar konflik internal ini tidak dibiarkan meluas. Ia mengajak seluruh pengurus menyelesaikan masalah melalui Muktamar, forum tertinggi keputusan di tubuh NU.
Ia mengakui kemungkinan adanya kekhilafan selama kepemimpinannya, namun menekankan bahwa mekanisme organisasi harus tetap dijaga agar integritas dan keutuhan NU tidak tercoreng.
Baca juga: 4 Tindakan yang Dianjurkan Islam Saat Menghadapi Orang yang Sedang Sakaratul Maut
Gus Yahya juga mengungkapkan sudah mencoba meminta waktu bertemu dengan Rais Aam Miftachul Akhyar sejak Jumat sebelumnya, tetapi belum menerima jawaban. Ia membuka peluang kembali menghubungi Miftachul untuk mencari jalan keluar.
Arah Konflik: Organisasi Menghadapi Dualisme Klaim
Pernyataan saling bertolak belakang antara Syuriyah dan Tanfidziyah memunculkan situasi rawan dualisme kepemimpinan.
Masing-masing kubu mengklaim prosedur yang mereka jalankan sesuai aturan, sementara para pengurus di daerah menunggu kejelasan arah organisasi.
Beberapa pihak menilai konflik ini berpotensi berbuntut panjang bila tidak segera difasilitasi melalui forum resmi.
Keputusan rapat pleno yang direncanakan PBNU maupun seruan Muktamar yang disampaikan Gus Yahya menjadi dua langkah yang kini sama-sama dinantikan.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.
