SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Jurnalistika

Bukan Salah Monyet Mengusik Manusia

  • Angga Budi

    13 Okt 2025 | 18:06 WIB

    Bagikan:

image

Ilustrasi monyet berasa di atap rumah warga membelakangi pembangunan yang sedang berlangsung di sebuah hutan kota.

jurnalistika.id – Kawanan monyet ekor panjang ( Macaca fascicularis ) yang tiba-tiba turun ke perumahan warga di Tangerang Selatan mungkin tampak sebagai ancaman. Mereka berlarian di atap rumah, meloncat di tiang listrik, dan menimbulkan kegelisahan bagi warga yang takut anak-anak mereka diserang.

Namun jika mau melihatnya dengan lebih jernih, masalah ini sesungguhnya bukan perkara “monyet mengusik manusia”, melainkan “manusia yang lebih dulu mengusik ruang hidup monyet”.

Kasus di Tangsel ini bermula dari kawasan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menjadi habitat alami primata tersebut.

Baca juga: Demokrasi Mancipta Pemerintahan Relasional, Sebabkan Negeri Stagnan

Menurut keterangan warga, “Jadi mungkin monyet itu keluaran dari Puspitek, karena Puspitek itu tempat dia, kampung dia, ibaratnya sering orang kasih makan, tapi sekarang terusik karena ada pembangunan stadion bola di Puspitek, di lokasi BRIN.

Kalimat itu membuka tabir dugaan penyebab utama, pembangunan dan alih fungsi lahan yang menggerus ekosistem hutan kecil tempat mereka bergantung hidup.

Manusia sering lupa bahwa di tengah gemerlap kota dan deretan rumah mewah, masih ada sisa-sisa ruang alami yang menjadi rumah bagi satwa liar.

Juga manusia salah mengira bahwa dunia hanya milik mereka semata, sehingga pikirnya bebas berkuasa. Padahal sejatinya, manusia ada untuk merawat alam supaya tidak rusak dan hancur dia.

Hewan Juga Punya Rumah

Ketika kawasan hijau itu dipangkas demi proyek infrastruktur, hewan-hewan seperti monyet kehilangan dua hal vital. Kedua itu ialah ruang hidup dan sumber pangan.

Lantas kemana mereka istirahat jika rumahnya sudah dipangkas? Kala mereka kelaparan, mereka tentu mencari alternatif, dan wilayah manusia yang dipenuhi sampah organik serta pohon buah di pekarangan menjadi sasaran logis.

Fenomena ini bukanlah hal baru. Dalam kajian ekologi perkotaan, konflik antara manusia dan satwa liar disebut sebagai human-wildlife conflict.

Baca juga: Merawat Kader Ala Don Vito Corleone

Di berbagai daerah di Indonesia, kasus serupa pernah terjadi di Bali, Yogyakarta, hingga Bogor, dengan spesies monyet yang sama.

Primata ini dikenal adaptif, cerdas, dan memiliki kemampuan sosial tinggi. Tapi kemampuan itu bukan tameng dari kesalahan manusia yang secara sistematis mempersempit ruang hidup mereka.

“Turunnya kawanan monyet berekor panjang itu karena kelaparan dan mencari makan,” ungkap salah seorang warga.

Kalimat sederhana ini mencerminkan persoalan yang jauh lebih kompleks dengan apa yang disebut krisis ekologi.

Dalam teori ekologi lanskap, setiap pembangunan yang mengubah bentang alam tanpa perencanaan ekologis menciptakan “pulau-pulau habitat”. Maksudnya, area terisolasi yang memutus rantai makanan dan perilaku alami satwa.

Monyet-monyet itu kehilangan koridor hijau yang menghubungkan satu wilayah hutan ke wilayah lainnya. Akibatnya, ketika mereka kehabisan sumber makan di satu area, mereka tak punya pilihan selain bergerak ke wilayah yang sudah dikuasai manusia.

Jangan Sampai Salah Penanganan

Sayangnya, respon manusia terhadap situasi ini seringkali reaktif. Warga melapor ke petugas pemadam kebakaran agar monyet-monyet itu “dievakuasi”.

Ahmad Dohiri dari Damkar Tangsel bahkan mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan BKSDA untuk menangani penangkapan hewan liar tersebut. Meski koordinasi lintas instansi ini penting, akar masalahnya tidak sesederhana “penangkapan”.

Selama sumber habitat mereka terus dirusak, maka evakuasi hanya bersifat sementara. Setelah dipindahkan, kemungkinan besar mereka akan kembali, atau populasi baru akan muncul dari hutan yang tersisa.

Menilik Masalah

Secara ekologis, monyet ekor panjang memiliki peran penting dalam keseimbangan hutan, terutama sebagai penyebar biji dan pengontrol populasi serangga.

Dengan hilangnya mereka dari habitat alami, maka yang hilang bukan hanya ketenangan warga, tapi juga fungsi ekologis yang menopang kelestarian kawasan itu sendiri.

Masalahnya kini bukan pada perilaku monyet, tapi pada cara manusia memandang pembangunan. Ketika ruang hidup mereka dikorbankan atas nama kemajuan, saat itu sebetulnya manusia sedang menukar keanekaragaman hayati dengan beton dan aspal.

Baca juga: Iwan Fals: Musisi Pembangkit Idealisme Anak Muda

Tanpa disadari, manusia menciptakan kota yang semakin rapuh, kehilangan paru-paru, kehilangan suara alam. Bahkan kehilangan keseimbangan yang membuat manusia dan satwa bisa hidup berdampingan.

Peran Pemerintah Sangat Penting

Oleh karena itu, pendekatan yang diperlukan bukan sekadar “mengusir” atau “menangkap”. Pemangku jabatan perlu merancang tata ruang yang ramah ekosistem.

Pemerintah daerah perlu menegakkan kebijakan green buffer zone di sekitar kawasan penelitian dan pemukiman. Pengembang wajib menyediakan ruang hijau yang berfungsi sebagai koridor ekologis, bukan sekadar taman kosmetik.

Sementara masyarakat bisa diajak berpartisipasi menjaga jarak aman, tidak memberi makan sembarangan, serta memahami bahwa monyet-monyet itu bukan penjahat, melainkan korban.

Perlu diingat, yang “turun” ke wilayah manusia bukan hanya monyet, melainkan juga tanda peringatan dari alam. Mengingatkan bahwa batas antara hutan dan kota semakin tipis.

Jika manusia terus menutup mata terhadap keseimbangan ekologis, maka bukan tidak mungkin kelak satwa lain akan ikut turun, mencari tempat yang dulu pernah mereka sebut rumah.

Jadi, sebelum menyalahkan monyet yang melompat di atap rumah, mungkin sebaiknya manusia bertanya siapa yang lebih dulu melanggar batas?

Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.

kawanan monyet

kawanan monyet Tangsel

Tangerang Selatan

Tangsel



logo jurnalistika
Tentang KamiRedaksiKontak KamiTangerang SelatanAdvertorial

Langganan newsletter

Update berita langsung ke email Anda.

Copyright © 2025 Jurnalistika.id 💚 PT. Sahabat Jurnalistik Media. All rights reserved.