SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Jurnalistika

Review Sentimental Value: Luka, Dendam, dan Upaya Memahami Keluarga

  • Jurnalistika

    22 Okt 2025 | 10:15 WIB

    Bagikan:

image

Film Sentimental Value. (Dok. IMDb)

jurnalistika.id – Film Sentimental Value menampilkan kisah keluarga serta menelusuri celah-celah terdalam dari emosi manusia. Penyesalan, amarah, dan pengampunan ditampilkan dengan baik dalam film garapan Joachim Trier ini.

Sentimental Value terasa seperti surat terbuka untuk masa lalu. Cara tiap karakternya menghadapi luka lama menjadi inti yang membuatnya begitu mengguncang hati.

Sinopsis Sentimental Value

Dalam film ini, Renate Reinsve berperan sebagai Nora, seorang aktris yang hidupnya masih dihantui trauma masa kecil dan hubungan yang retak dengan sang ayah, Gustav (Stellan Skarsgard).

Ketika ibu mereka meninggal, Gustav yang sudah lama menjauh mendadak kembali muncul. Ia mencoba memperbaiki hubungan yang telah rusak dengan caranya sendiri, mengajak Nora bermain di film terbarunya.

Tampilan di permukaan, tawaran itu tampak seperti upaya sederhana untuk berdamai. Namun Trier tak menulis kisah yang sesederhana itu.

Film yang akan menjadi comeback Gustav sebagai sutradara kawakan ternyata juga diangkat dari kisah masa lalu mereka sendiri.

Baca juga: Review Peacock (2024): Kala Pekerjaan Membuat Krisis Identitas

Lokasi syutingnya pun di rumah lama keluarga mereka, tempat segala kenangan dan luka masih tertinggal di setiap sudut.

Nora yang kini menjadi aktris teater menolak tawaran tersebut. Ia tahu, menghadapi ayahnya berarti membuka kembali pintu yang sudah lama dikunci.

Namun saat mengetahui bahwa sang ayah memilih aktris muda Hollywood Rachel Kemp (Elle Fanning) untuk menggantikan perannya, rasa kecewa itu berubah menjadi kemarahan yang dalam. Bagi Nora, keputusan itu bukan sekadar profesional, tetapi juga pengkhianatan personal.

Dari titik inilah Sentimental Value berkembang menjadi drama keluarga yang kompleks dan menyayat hati. Trier membangun narasinya dengan tenang, nyaris seperti membiarkan penonton menyimak perdebatan batin para karakternya.

Tak ada ledakan emosi besar, tetapi justru dari keheningan dan tatapan yang tertahan itulah muncul rasa getir yang begitu manusiawi.

Luka Tak Bisa Sembuh dengan Kehadiran Semata

Gustav digambarkan sebagai sosok yang mencoba menebus kesalahan dengan cara yang salah. Ia berpura-pura bahwa semua baik-baik saja, padahal dua anaknya, Nora dan Agnes (Lilleaas), masih menyimpan luka yang tak pernah sembuh.

Dialog mereka terasa tajam, tapi juga rapuh. Trier seolah ingin menunjukkan bahwa dalam setiap upaya berdamai, selalu ada bagian dari kita yang masih ingin menyalahkan.

Baca juga: Review V for Vendetta: Tutorial Melawan Kekuasaan Dzolim

Secara sinematografi, Sentimental Value menampilkan keindahan khas Trier:, gambar-gambar natural dengan pencahayaan lembut yang membingkai emosi karakter tanpa berlebihan.

Rumah keluarga yang menjadi lokasi utama berfungsi seperti karakter tersendiri, menyimpan kenangan masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi. Setiap benda di dalamnya terasa punya “nilai sentimental”, sesuai dengan judul filmnya.

Curi Perhatian di Festival Film Cannes 2025

Film ini pertama kali mencuri perhatian dunia saat diumumkan sebagai salah satu kompetitor utama untuk Palme d’Or di Festival Film Cannes 2025.

Penayangan perdananya pada 21 Mei 2025 bahkan disambut standing ovation selama 19 menit. Itu menjadi rekor emosional yang jarang terjadi di festival sekelas Cannes.

Setelahnya, Sentimental Value melanjutkan perjalanan ke berbagai festival film bergengsi, termasuk Sarajevo Film Festival ke-31 dan Jakarta World Cinema 2025.

Dapat Pujian

Frederica, Direktur KlikFilm, menyebut Sentimental Value sebagai film yang indah dan penuh perasaan. Ia mengaku bangga bisa menghadirkan film yang sudah mendapat sambutan hangat di berbagai festival internasional itu ke layar bioskop Indonesia mulai 24 Oktober 2025.

Dari semua pencapaiannya, hal yang paling menempel dari Sentimental Value bukan hanya prestasi festivalnya, melainkan pesan yang disampaikannya dengan lembut.

Baca juga: Review Parasite (2019): Perlawanan Kelas Bawah atas Keserakahan Kapitalis

Sentimental Value mengatakan pada penonton bahwa berdamai dengan masa lalu memang tidak mudah. Kadang kita harus kehilangan, menolak, bahkan marah dulu sebelum akhirnya bisa memaafkan.

Film ini pengalaman emosional yang mengajak penonton menelusuri luka-luka kecil dalam diri sendiri. Dan mungkin, setelah menyaksikannya, penonton jadi lebih mengerti bahwa nilai paling sentimental dalam hidup bukan terletak pada benda atau kenangan, melainkan pada keberanian untuk memaafkan, meski hati masih belum siap sepenuhnya.

Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.

review film

Sentimental Value

sinopsis film



logo jurnalistika
Tentang KamiRedaksiKontak KamiTangerang SelatanAdvertorial

Langganan newsletter

Update berita langsung ke email Anda.

Copyright © 2025 Jurnalistika.id 💚 PT. Sahabat Jurnalistik Media. All rights reserved.